perbatasan dan perjanjian indonesia dengan negara lain
PERBATASAN WILAYAH INDONESIA DENGAN NEGARA ASING
BATAS WILAYAH DARAT DAN LAUT
INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
Indonesia merupakan negara kepulauan
dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan
dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim).
Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara
Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia
tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing
memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara
tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial,
ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan
dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam,
Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG).
Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya
92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu
penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan
permasalahan dengan negara tetangga.
A.
Batas laut
Indonesia:
1. Indonesia-Malaysia
Garis
batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis yang
menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan
bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977. Berdasarkan UU No 4 Prp tahun
1960, Indonesia telah menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12
mil. Sebagai implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia
yang jaraknya kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk
wilayah perairan yang ada di Selat Malaka. Pada Agustus 1969, Malaysia juga
mengumumkan bahwa lebar laut wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis
dasar yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958
(mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga timbul persoalan, yaitu
letak garis batas laut wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian
yang sempit) atau kurang dari 24 mil laut. Adapun batas Landas Kontinen antara
Indonesia dan Malaysia ditentukan berdasarkan garis lurus yang ditarik dari
titik bersama ke titik koordinat yang disepakati bersama pada 27 Oktober 1969.
Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan (Februari-Maret 1970) yang
menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis Batas Laut Wilayah kedua negara
di Selat Malaka. Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan berdasarkan
Garis Pangkal masing-masing negara. Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut
Internasional 1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap
negara perlu diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru.
Selama ini penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di
Perairan Selat Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958. MoU RI dengan
Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober 1969 yang menetapkan Pulau Jara
dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar dalam penarikan Garis Pangkal jelas jelas
merugikan pihak Indonesia, karena median line yang diambil dalam menentukan
batas landas kontinen kedua negara tersebut cenderung mengarah ke perairan
Indonesia. Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak
Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya
pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara. Akibat belum adanya
kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka, sering
terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena
Malaysia menganggap batas Landas Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus
merupakan batas laut dengan Indonesia. Hal ini tidak benar, karena batas laut
kedua negara harus ditentukan berdasarkan perjanjian bilateral. Berdasarkan
kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas laut Indonesia dan Malaysia di
Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara
yang letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen.
Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak
diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai base line yang
jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil laut. Jika ditinjau
dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan sengketa perbatasan dalam
pengelolaan sumber-sumber perikanan adalah di bagian selatan Laut Andaman atau
di bagian utara Selat Malaka.
2. Indonesia-Singapura
Penentuan
titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura
didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang
berdekatan. Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada
kesepakatan kedua pemerintah. Titik-titik koordinat itu terletak di Selat
Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia
dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya
kurang dari 15 mil laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus yang
ditarik dari titik koordinat. Namun, di kedua sisi barat dan timur Batas Laut
Wilayah Indonesia dan Singapura masih terdapat area yang belum mempunyai
perjanjian perbatasan. Di mana wilayah itu merupakan wilayah perbatasan tiga
negara, yakni Indonesia, Singapura dan Malaysia. Pada sisi barat di perairan
sebelah utara pulau Karimun Besar terdapat wilayah berbatasan dengan Singapura
yang jaraknya hanya 18 mil laut. Sementara di wilayah lainnya, di sisi timur
perairan sebelah utara pulau Bintan terdapat wilayah yang sama yang jaraknya
28,8 mil laut. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian batas laut. Permasalahan
muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan reklamasi pantai di
wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah laut (ke arah
perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah
menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas. Untuk itu batas
wilayah perairan Indonesia – Singapura yang belum ditetapkan harus segera
diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah di masa mendatang. Singapura
akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru, dengan alasan
Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi. Namun dengan melalui
perundingan yang menguras energi kedua negara, akhirnya menyepakati perjanjian
batas laut kedua negara yang mulai berlaku pada 30 Agustus 2010. Batas laut
yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer.
Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim negosiasi
telah berunding selama delapan kali. Dengan demikian permasalahan berbatasan
laut Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik
yang bisa menimbulkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik
perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya konflik
kedua negara. Perbatasan Indonesia dan Singapura terbagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian tengah (disepakati tahun 1973), bagian Barat (Pulau Nipa dengan
Tuas, disepakati tahun 2009) dan bagian timur (Timur 1, Batam dengan Changi
(bandara) dan Timur 2 antara Bintan.
3. Indonesia-Thailand
Garis
Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah garis lurus yang ditarik
dari titik pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu disepakati dalam perjanjian
antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang penetapan Garis Batas Dasar
Laut di Laut Andaman pada 11 Desember 1973. Titik koordinat batas Landas
Kontinen Indonesia-Thailand ditarik dari titik bersama yang ditetapkan sebelum
berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Karena itu, sudah selayaknya
perjanjian penetapan titik-titik koordinat di atas ditinjau kembali. Apalagi
Thailand telah mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Royal Proclamation
pada 23 Februari 1981, yang isinya; “The exclusive Economy Zone of Kingdom of
Thailand is an area beyond and adjacent to the territorial sea whose breadth
extends to two hundred nautical miles measured from the baselines use for
measuring the breadth of the Territorial Sea”. Pada prinsipnya Proklamasi ZEE
tersebut tidak menyebutkan tentang penetapan batas antar negara.
4. Indonesia-India
Garis
Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari
titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu
berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian
garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas
laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.
5. Indonesia-Australia
Perjanjian
Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak antara perbatasan
Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973.
Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973).
Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan
batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974. Pertama, isinya
menetapkan lima daerah operasional nelayan tradisional Indonesia di zona
perikanan Australia, yaituAshmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban);
Scott Reef (Pulau Datu);Saringapatan Reef, dan Browse. Kedua, nelayan
tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air tawar di East Isletdan
Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga, nelayan Indonesia
dilarang melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau
tersebut. Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang pengaturan
Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda tangani di
Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan melalui
Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974. Atas
perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan efektivitas
pelaksanaan MOU 1974.
6. Indonesia-Vietnam
Pada
12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan sebuah Statement yang
disebut “Statement on the Territorial Sea Base Line”. Vietnam memuat sistem
penarikan garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan pulau Phu
Quoc masuk ke dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80 mil laut dari garis
batas darat antara Kamboja dan Vietnam. Sistem penarikan garis pangkal
tersebut dilakukan menggunakan 9 turning point. Di mana dua garis itu
panjangnya melebihi 80 mil pantai, sedangkan tiga garis lain panjangnya
melebihi 50 mil laut. Sehingga, perairan yang dikelilinginya mencapai total
luas 27.000 mil2. Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas
200 mil laut, diukur dari garis pangkal lurus yang digunakan untuk mengukur
lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan dengan Konvensi Hukum Laut 1982,
karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau yang jaraknya sangat jauh dari
titik pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan tumpang tindih dengan Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna.
7. Indonesia-Filipina
Berdasarkan
dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa
kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di laut
Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973). Namun sampai sekarang belum
ada kesepakatan karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang
terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan
konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898. Sementara
Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic principles) sesuai
dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982).
8. Indonesia-Republik Palau
Republik
Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu
terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan
luas daratan ± 500 km2. Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki
yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga
200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi
kepulauan. Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone)
hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut
diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE
Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu
dilakukan perundingan antara kedua negara agar terjadi kesepakatan mengenai
garis batas ZEE.
9. Indonesia-Timor Leste
Berdirinya
negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan
baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat
dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai
sekarang. First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste
dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati
penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan
perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee
kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.
B. Batas Darat Indonesia:
B. Batas Darat Indonesia:
Perbatasan
darat Indonesia dengan negara tetangga adalah bahwa proses penetapan batasnya
(Delimitasi) telah diselesaikan di masa pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah
Hindia Belanda menetapkan batas dengan Inggris untuk segmen batas darat di
Kalimantan dan Papua. Sedangkan Hindia Belanda menetapkan batas darat dengan
Portugis di Pulau Timor. Merujuk kepada ketentuan hukum internasional Uti
Possidetis Juris (suatu negara mewarisi wilayah penjajahnya), maka Indonesia
dengan negara tetangga hanya perlu menegaskan kembali atau merekonstruksi batas
yang telah ditetapkan tersebut. Penegasan kembali atau demarkasi tidaklah
semudah yang diperkirakan. Permasalahan yang sering terjadi di dalam proses
demarkasi batas darat adalah munculnya perbedaan interpretasi terhadap treaty
atau perjanjian yang telah disepakati Hindia Belanda. Selain itu, fitur-fitur
alam yang sering digunakan di dalam menetapkan batas darat tentunya dapat
berubah seiring dengan perjalanan waktu. Lebih lanjut lagi tidak menutup
kemungkinan, sosial budaya dan adat daerah setempat juga telah berubah, mengingat
rentang waktu yang panjang semenjak batas darat ditetapkan pihak kolonial dulu.
Perbatasan Wilayah Indonesia dengan
Negara Tetangga
Perbatasan Wilayah Indonesia dengan Negara Tetangga. Negara
Indonesia memiliki prinsip semangat good neighboorhood policy yang artinya
semangat kebijakan negara bertetangga yang baik dalam menyelesaikan masalah
perbatasan wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia
mengedepankan jalan damai misalnya dengan melakukan perundingan/negoisasi
untuk mencapai kesepakatan bersama. Meskipun perjanjian tersebut sudah
disepakati bersama, tetapi real-nya sering terjadi sengketa akibat pengakuan
sepihak mengenai suatu kepentingan serta tidak displinnya suatu negara dalam
menjalankan perjanjian.
1. Perjanjian Republik Indonesia-Malaysia
mengenai perbatasan di Selat Malaka dan sengketa yang terjadi
Kesepakatan
antara Indonesia dengan Malaysia mengenai Selat Malaka terdapat pada
“Perjanjian antara Republik Indonesia dan Malaysia tentang penetapan garis
batas laut wilayah kedua negara di Selat Malaka”. Isi perjanjian tersebut
sesuai ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 4 Prp. tahun 1960 yang
menyatakan bahwa “Jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi 24 mil laut dan
negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas
laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.” Maka sesuai
kesepakatan bahwa, garis batas laut wilayah tersebut sesuai dengan garis batas
landas kontinen antara kedua negara di Selat Malaka yang mulai berlaku pada
bulan November 1969. Meskipun perjanjian bilateral mengenai perbatasan di Selat
Malaka sudah disepakati, namun masih terjadi sengketa antara kedua negara.
Menurut Patroli Kementrian Kelautan Perikanan (KKP), mereka berhasil
menangkap dua kapal Malaysia yang sedang menangkap ikan di kawasan Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia di Selat Malaka. Hal ini tentu merupakan pelanggaran
karena memasuki wilayah Indonesia serta mengambil sumber daya Indonesia secara
ilegal. Namun ketika petugas Patroli Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP)
itu menangkap dua kapal Malaysia lalu di tengah perjalanan muncul tiga
helikopter Patroli Malaysia yang mengahalangi penangkapan tersebut, padahal dua
kapal tersebut memang melakukan kesalahan. Pada akhirnya helikopter Malaysia
itupun berhenti menghalangi karena pertugas Patroli Kementrian Kelautan
Perikanan (KKP) Indonesia tidak memerdulikan tiga helokopter tersebut. Kasus
ini menunjukan tidak displinnya Malaysia dalam menaati perjanjian yang sudah
disepakati dan diperparah lagi dengan pembelaan Patroli Malaysia padahal kapal
tersebut jelas-jelas melanggar aturan. Indonesia dan Malaysia memang sudah
menetapkan garis batas landas kontinen tahun 1969 sehingga sudah adanya
kejelasan dalam pembagian dasar laut dan kekayaan alam misalnya kekayaan minyak,
gas dll. Namun belum adanya kejelasan mengenai pembagian tubuh air dan
kekayaannya seperti ikan. Ketidakjelasan tersebut mengakibatkan Indonesia dan
Malaysia memiliki pengakuan masing-masing. Indonesia mengakui garis tengah
antara Indonesia dan semenanjung Malaysia sebagai garis batas ZEE. Malaysia
mengakui secara sepihak bahwa batas landas kontinen itu merupakan sekaligus
garis batas ZEE, tentu Indonesia tidak setuju dengan pengakuan itu karena belum
diadakan kesepakatan mengenai batas ZEE antar kedua negara. Contoh sengketa
yang terjadi mengenai pengakuan atas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) ,
sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak adanya kesepakatan sehingga pengakuan
sepihak yang yang diakui negara Indonesia belum tentu diakui negara
Malaysia dan sebaliknya karena standar untuk menentukan pengakuan tersebut
berbeda. Pengakuan masing-masing negara yang belum disepakati ini juga
mengakibatkan adanya kawasan wilayah yang diakui oleh kedua negara sehingga
jika salah satu negara memasuki kawasan ini akan di anggap sebagai pelanggaran
padahal belum adanya ketegasan yang memastikan hal itu pelanggaran atau tidak.
Maka sebaiknya dilakukan perundingan atau negoisasi secara damai supaya tidak
terjadi sengketa lebih lanjut.
2. Perjanjian Republik Indonesia-Malaysia
mengenai perbatasan di Ambalat beserta sengketa yang terjadi
Ambalat
merupakan blok laut seluas 15.235 km2 milik negara Indonesia, hal ini dapat
dibuktikan pada Perjanjian yang di beri nama Perjanjian Tapal Batas Kontinental
Indonesia-Malaysia pada tanggal 27 Oktober 1969, yang ditandatangani di Kuala
Lumpur. Isi perjanjian tersebut yaitu penetapan 25 titik yang terdiri dari 10
titik koordinat di Selat Malaka dan 15 titik koordinat di perairan Laut China
Selatan dan melakukan pengesahan pada 7 November 1969.
Sengketa
Ambalat ini diakibatkan oleh negara Malaysia yang ingin merebut Ambalat karena
keistimewaan Ambalat yang memiliki kakayaan laut dan bawah laut, khususnya
untuk pertambangan minyak. Hal ini dapat dibuktikan ketika Malaysia membuat peta
baru pada tahun 1969 yang memasukan pulau Sipadan dan Ligitan pada wilayah
negaranya, tentu negara Indonesia tidak terima dengan pengakuan sepihak tanpa
dasar aturan yang jelas. Pengajuan sepihak itu membuat Indonesia tidak mengakui
peta baru Malaysia tersebut. Lalu Indonesia menyelesaikan sengketa ini dengan
penandatanganan kembali Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia.
Malaysia
kembali membuat sengketa dengan Indonesia atas pembuatan peta baru pada tahun
1979 yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan
blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya. Indonesia kembali tidak mengakui peta
baru Malaysia karena melanggar perjanjian yang telah disepakati. Ancaman
perbatasan yang dilakukan Malaysia ini semakin diperparah ketika Mahkamah
Internasional menyatakan pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di blok Ambalat
dinyatakan bagian dari wilayah Malaysia. Usaha-usaha Malaysia ini harus kita
antisipasi dengan memperkuat keamanan wilayah supaya tidak di rebut oleh negara
Malaysia. Malaysia sering melanggar perjanjian yang telah disepakati, bahkan
pihak Indonesia mengakui adanya 35 kali pelanggaran perbatasan yang dilakukan
Malaysia.
3. Perjanjian Republik
Indonesia-Papua New Guinea (PNG) mengenai perbatasan wilayah beserta sengketa
yang terjadi
Perjanjian
yang disepakati yaitu pada tanggal 13 Desember 1980 di Jakarta, “Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini tentang
Batas-batas Maritim antara Republik Indonesia dan Papua Nugini dan Kerjasama
tentang Masalah-masalah yang bersangkutan” yang menghasilkan kesepakatan
garis-garis lurus lateral yang menghubungkan enam titik batas di depan pantai
selatan pulau Irian dan dua buah titik batas di depan pantai utara pulau Irian.
Sengketa yang terjadi yaitu pihak Indonesia maupun PNG tidak menjalani
perjanjian yang telah disepakati yaitu dalam proses pembuatan penegasan
pembatasan wilayah dari perencanaan, pelaksanaan, dan penggambaran seharusnya
dilakukan bersama-sama. Tetapi kenyataan di lapangan tidak sesuai perjanjian,
kedua pihak melakukan proses pembuatan penegasan pembatasan masing-masing,
meskipun hasil akhirnya tetap harus mendapat tanda tangan oleh kedua negara.
Desa Wara Smoll, Kabupaten Bintang secara hukum merupakan wilayah NKRI namun
ironisnya wilayah ini di tempati, diolah, dan dimanfaatkan oleh warga PNG. Hal
ini merupakan ancaman yang harus segera diselesaikan oleh negara Indonesia
karena kita tidak boleh membiarkan potensi alam kita dimanfaatkan oleh negara
lain. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan masyaraka yang tinggal di
perbatasan menyebabkan masyarakat cenderung mengutamakan hukum tradisional yang
berlaku dibandingkan hukum pada negara masing-masing. Masih adanya keraguan
mengenai perbatasan yang akurat sehingga mengakibatkan kesalahan misalnya salah
menangkap nelayan asing yang sebenarnya berada di kawasan yang tepat menurut
negara bersangkut, menimbulkan konflik mengenai pengakuan potensi minyak secara
sepihak.
4. Perjanjian bilateral Republik
Indonesia-Timor Leste mengenai perbatasan wilayah beserta sengketa yang terjadi
Penerapan
Provisional Agreement (PA) merupakan perjanjian yang telah disepakati oleh RI
dan Timor Leste pada tahun 2005. Sengketa yang terjadi yaitu masih menyisanya
3% wilayah yang belum disepakati dalam penegasan batas wilayahnya. Negara Timor
Leste ingin menyelesaikan sengketa ini dengan Treaty 1904, namun negara
Indonesia menginginkan diselesaikan menggunakan Penerapan Provisional Agreement
(PA), khususnya pasal 6 yang isinya antara lain agar dalam penegasan batas
mempertimbangkan kondisi masyarakat setempat yang tinggal di sekitar
perbatasan.umumnya masyarakat Timor Leste yang tinggal di perbatasan masih
menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, dan memiliki hubungan erat
secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia yang khususnya tinggal di
perbatasan. Hal ini harus diwaspadai karena ditakutkan terjadi pengakuan budaya
Indonesia oleh negara Timor Leste Negara Indonesia juga harus secepatnya
menyelesaikan sengketa mengenai keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih
tinggal di wilayah Indonesia karena ditakutkan akan terjadi sengketa yang rumit
jika dibiarkan saja.
5. Perjanjian Republik
Indonesia-India mengenai perbatasan wilayah beserta sengketa yang terjadi
Perjanjian
ini ditandatangani di New Delhi pada tanggal 14 Januari 1977, isi
perjanjian ini yaitu Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah
garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang
berada di Laut Andaman. Namun yang menjadi sengketa yaitu belum dirundingkan
garis batas ZEE antara negara Indonesia dan India sehingga belum adanya
peraturan tegas mengenai batas-batas tersebut. Sengketa yang terjadi yaitu
tidak displinnya para nelayan kedua negara ini sehingga sering terjadi
pelanggaran perbatasan dikedua wilayah negara tersebut.
6. Perjanjian Republik
Indonesia-Thailand mengenai perbatasan wilayah beserta sengketa yang terjadi
Isi
Perjanjian Indonesia dengan Thailand tentang penetapan Garis Batas Dasar Laut
di Laut Andaman pada 11 Desember 1973 yaitu adalah garis lurus yang ditarik
dari titik pertemuan ke arah Tenggara yang disepakati. Sengketa ini
karena perundingan yang dilakukan belum menemukan kesepakatan sehingga tidak
tegasnya perbatasan wilayah ZEE. Sengketa yang terjadi yaitu pelanggaran
perbatasan yang dilakukan oleh nelayan Thailand, para nelayan tersebut
menangkap ikan diperairan Indonesia sehingga merugikan negara Indonesia serta
menganggu keamanan perairan Indonesia
7. Perjanjian Republik
Indonesia-Singapura mengenai perbatasan wilayah beserta sengketa yang terjadi
Perjanjian
yang disepakati di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1973 menjelaskan bahwa
“Berdasarkan prinsip sama jarak antara dua pulau yang berdekatan karena lebar
laut antara kedua negara kurang dari 24 mil laut”. Sengketa yang terjadi
karena Singapura ingin perluasan wilayah perairan lautnya di sekitar Pedra
Branca dengan melakukan pengakuan sepihak zone ekonomi eksklusif (ZEE)
Singapura ke arah timur sampai ke Laut Cina Selatan (batas maritim RI dan
Malaysia). Sengketa ini cukup rumit karena wilayah tersebut melibatkan
Singapura, Indonesia, Malaysia maka dalam pengakuan sepihak oleh Singapura itu
dibutuhkan perundingan dengan Malaysia agar Singapura tidak melanggar
perjanjian yang telah disepakati. Sengketa mengenai penambangan pasir laut di
perairan sekitar Kepulaun Riau yang dilakukan oleh Singapura harus ditangani
serius oleh pemerintah Indonesia. Penambangan pasir tersebut mengakibatkan
kerusakan parah pada ekosistem pesisir pantai sehingga banyak para nelayan kita
yang kehilangan mata pencaharian. Lebih parahnya penambangan pasir laut yang
dilakukan itu mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil di Indonesia karena
telah ada kasus tenggelamnya pulau Nipah. Jika hal ini dibiarkan saja maka
diatakutkan terjadi perubahan batas laut dengan Singapura karena perubahan
geografis di Indonesia.
8. Perjanjian Republik
Indonesia-Vietnam mengenai perbatasan wilayah beserta sengketa yang terjadi
Perjanjian
penentuan garis batas landas kontinen antara Indonesia dengan Vietnam yang
terletak di Laut Cina Selatan, perjanjian telah disepakati pada tanggal 26 Juni
2003 di Hanoi Vietnam. Isi perjanjian tersebut yaitu landas kontinen RI-Vietnam
terdiri atas enam pasal yang antara lain mengatur titik koordinat dan garis
yang menghubungkan, perlunya kerja sama dalam bentuk koordinasi kebijakan
terkait, dan cara penyelesaian damai jika terjadi perselisihan akibat
salah penafsiran.
Perjanjian
batas landas kontinen antara Indonesia dan Vietnam merupakan hasil perundingan
selama 26 tahun, hal ini diakibatkan karena persengketaan di wilayah perbatasan
yang diperikirakan banyak mengandung minyak dan mineral yang besar. Sengketa
terjadi di wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan
Pulau Condore di Vietnam, hal ini diakibatkan karena perbedaan pemahaman
mengenai kontinen tanpa batas benua di perbatasan tersebut. Pada 12 November
1982, Vietnam secara sepihak ingin memasukan Quoc masuk ke dalam wilayahnya
tentu hal itu melanggar perjanjian yang telah disepakati. Namun Yang menjadi
persoalan yaitu garis batas ZEE yang belum menemui kesepakatan dari kedua
negara ini sehingga terjadi persengketaan ketika Vietnam secara sepihak
mengakui ZEE seluas 200 mil laut, dan ingin mengambil pulau-pulau yang jaraknya
sangat jauh dari titik pangkal yang mengakibatkan perbatasan ZEE Indonesia di
sebelah utara Pulau Natuna terancam keutuhannya.
9. Perjanjian Republik
Indonesia-Philipina mengenai perbatasan wilayah beserta sengketa yang terjadi
Di
mulai dari tahun 1973, kedua negara sudah beberapa kali melakukan perundingan
mengenai batas laut di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, namun belum
menemui kesepakatan secara bilateral. Akhirnya, kesepakatan secara bilateral
ini mulai diusahakan dengan diadakannya forum RI-Philipina yaitu Joint Border
Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang
diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam masalah perbatasan kedua negara
tersebut.
Belum
adanya perjanjian bilateral mengakibatkan sengketa yaitu mengenai keberadaan P.
Miangas yang menurut ”Treaty Of Paris 1898” wilayah tersebut milik negara
Philipina, sedangkan menurut ”Wawasan Nusantara” dan ”UNCLOS’82” wilayah
tersebut milik negara Indonesia. Setelah dilakukan perundingan akhirnya negara
Philipina mengakui P.Miangas sebagai milik Indonesia. Persoalan belum selesai
karena klaim laut disekeliling wilayah tersebut masih perlu dilakukan
perundingan untuk mendapatkan kesepakatan dan pengakuan bersama.
10. Perjanjian Republik
Indonesia-Australia mengenai perbatasan wilayah beserta sengketa yang terjadi
Papua
New Guinea merupakan daerah kekuasaan Australia sehingga untuk menentukan batas
wilayah RI-Papua New Guinea perlunya dibentuk perjanjian RI-Australia.
perjanjian ini mengenai kesepakatan “Dasar Laut Tertentu” tanggal 18 Mei 1971
di Camberra, yang mencapai kesepakatan tentang titik-titik perbatasan kedua
negara, lalu diadakan kembali perundingan di Canberra dari tanggal 22-26
Januari 19973 untuk menyelesaikan masalah yang belum terselesaikan sebelumnya.
Isi perjanjian tesebut yaitu penyelesaian-penyelesaan atas masalah-masalah
penetapan garis batas darat di sebelah utara dan selatan Sungai Fly, penetapan
garis batas laut wilayah serta garis batas dasar laut di Selatan Irian.
Kerumitan
perjanjian Indonesia-Australia pada saat penetapan garis batas darat di belokan
Sungai Fly. Sengketa terjadi ketika secara sepihak Australia meyatakan
bukti-bukti nyata mengenai keberatannya atas pemakaian prinsip
koordinat-koordinat dalam menetapkan perbatasan sehingga Indonesia menyetujui
usul Autralia mnggunakan prinsip alur pelayaran Sungai Flu.
Perbatasan
laut antara kedua negara sangat luas yaitu krang lebig 2.100 mil laut dari
selat Torres sampai P.Chrismas. perjanjian perbatasan kedua negara cukup
menarik karena telah disepakati sebelum berlakunya UNCLOS ’82 maupun
sesudahnya. Sengketa yang terjadi ketika negara Timor Leste telah merdeka
sehingga perjanjian sebelumnya harus ada yang di ubah yaitu perjanjian Timor
Gap Treaty harus dibatalkan dan perlunya perundingan secara antara RI-Timor
Leste-Australia. Namun persoalan semakin rumit karena perbedaan pendapat dan
kepentingan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste di perairan Celah
Timor, sehingga kesepakatan sulit terjalin.
Sengketa Republik Indonesia-Republik
Palau mengenai perbatasan wilayah
Palau
adalah negara kepulauan yang berada di sebelah timur laut NKRI, namun belum
diadakannya perjanjian secara bilateral mengenai perbatasan laut antara kedua
negara tersebut. Sengketa yang terjadi karena penarikan zona perikanan yang
dilakukan oleh Palau akan merugikan negara Indonesia karena mengambil bagian
ZEE Indonesia. Belum adanya kesepakatan mengenai batas perairan ZEE kedua
negara mengakibatkan kebingungan tentang pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
nelayan kedua negara karena belum adanya kesepakatan untuk mengatur peraturan yang
jelas. Kedua negara memilki ambisi untuk mengambil keuntungan di perbatasan
wilayah ini karena terdapat banyak peninggalan benda-benda sejarah sebagai
asset penting.
1. Peran Perjanjian
Bilateral-Multilateral Terhadap Status Indonesia Sebagai Negara Kepulauan
Sebagai
Negara Kepulauan, Indonesia dapat menentukan lokasi-lokasi alur laut
kepulauannya, mengganti alur laut kepulauan, rute lintas penerbangan udara,
skema pemisah lalu lintas penangguhan dan pelanggaran lintas damai untuk
keperluan keamanan, dan pelayaran internasional. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, bahwa Indonesia dengan konsepsi Negara Kepulauannya tidak akan bisa
bertahan jika tidak terus diperjuangkan, Maka upaya yang dapat dilakukan untuk
itu selain melalui Undang-Undang, cara lain yang juga efektif adalah dengan
mengadakan perjanjian internasional berdasarkan ketentuan hukum Internasional.
Perjanjian internasional merupakan kata sepakat antara dua atau lebih subyek
hukum internasional ( Negara, tahta suci, kelompok pembebasan, organisasi
internasional ) mengenai suatu obyek tertentu yang dirumuskan secara tertulis
dan tunduk pada atau yang diatur oleh hukum internasional ( Parthiana, 2002: 13
).
Perjanjian
bilateral adalah suatu perjanjian internasional yang pihak-pihak atau Negara
peserta yang terikat dalam perjanjian tersebut ialah hanya dua pihak atau dua
Negara saja, sedangkan Perjanjian multilateral adalah suatu perjanjian
internasional yang pihak-pihak atau Negara-negara yang menjadi peserta pada
perjanjian itu lebih dari dua Negara. Indonesia dengan konsepsi Negara
Kepulauannya memiliki wilayah darat yang luas terbukti dengan banyaknya
hamparan pulau-pulau di Indonesia, dan wilayah laut yang juga luas yang
menciptakan adanya kedaulatan yang dimiliki oleh Indonesia dalam melaksanakan
yurisdiksi eksekutif di wilayahnya atas dasar Hukum Internasional. Ketika kita
berbicara mengenai konsepsi Negara kepulauan, Maka lebih banyak pembahasan yang
kita temui adalah hal-hal yang terkait dengan perbatasan wilayah Indonesia
dengan Negara-negara lain khususnya Negara-negara yang berbatasan langsung
dengan Indonesia, dan biasanya bagian wilayah yang lebih banyak berbatasan
dengan Negara lain tersebut adalah daerah atau wilayah laut. Kedaulatan Negara
atas wilayah laut merupakan suatu pembahasan yang sangat penting dewasa ini,
ditandai dengan sangat pesatnya perkembangan hukum laut internasional dewasa
ini, khususnya setelah disahkannya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Oleh karena
itulah, Indonesia sebagai Negara yang berdaulat berhak dan perlu untuk
mengadakan pengaturan-pengaturan atas wilayah-wilayah yang menjadi
kedaulatannya, seperti mengatur wilayah laut teritorial sendiri, perairan
pedalaman Indonesia, landas kontinen, zona ekonomi ekslusif , dan lainnya (
Adolf, 1991 ).
Peran
perjanjian bilateral-multilateral terhadap status Indonesia sebagai Negara
Kepulauan secara umum yang terlihat jelas dan terasa bagi bangsa Indonesia
adalah akan lebih memperkuat atau memperkokoh konsepsi atau prinsip bahwa
Indonesia memang merupakan Negara Kepulauan, sehingga diakuinya konsep negara
kepulauan Indonesia oleh bangsa-bangsa lain di dunia dan dapat mencegah
terjadinya konflik dengan Negara lain yang dapat memecah kesatuan Negara
Republik Indonesia, terlebih lagi dalam hal kesatuan wilayah kekuasaan Negara
Republik Indonesia. Namun, di samping itu kita juga perlu mengetahui dan
mempelajari seberapa penting atau bermanfaat atau seberapa berperankah
perjanjian bilateral-multilateral terhadap konsepsi Indonesia sebagai Negara
Kepulauan. Beberapa yang dapat Penulis kemukakan diantaranya adalah :
a).
Atas dasar pengakuan prinsip Negara Kepulauan dan didukung dengan
berbagai perjanjian bilateral-multilateral yang dijalin Indonesia dengan Negara
lain membuat luas wilayah Indonesia berkembang menjadi 8.400.000 km.
b).
Dengan dilakukannya perjanjian bilateral-multilateral antara Indonesia
dengan Negara-negara yang berbatas langsung dengan Indonesia, Maka
masing-masing Negara dapat menyepakati dan memperjelas mengenai perbatasan
daerah/wilayah satu Negara dengan Negara lainnya.
c).
Semakin banyak perjanjian yang dilakukan maka akan semakin memperkokoh kesatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, satu pulau dengan pulau lainnya semakin
menjadi satu kesatuan yang kuat dan kompak tanpa adanya campur tangan dari
Negara lainnya serta tidak adanya penggunaan wilayah laut yang suatu negara
yang digunakan sewenang-wenangnya oleh negara lain.
d).
Akan semakin mengukuhkan lagi kedudukan hukum dari pada wawasan nusantara
Indonesia yang dilandasi konsepsi negara kepulauan.
e). Memantapkan
pengakuan pihak ketiga terhadap wawasan nusantara dan kekuasaan yurisdiksi
Indonesia atas wilayah-wilayahnya.
f).
Dengan diadakannya perjanjian bilateral-multilateral, suatu negara yang
berdaulat dapat mengatur tata tertib di wilayah kekuasaannya, seperti wilayah
perairan pedalaman, laut teritorian, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan
hal terkait lainnya.
g).
Dapat menyelesaikan segala persoalan garis batas Kontinen dengan negara-negara
tetangga, sebagaimana yang tercantum dalam pengumuman pemerintah tentang landas
kontinen Indonesia pada tanggal 17 Februari 1969.
h).
Indonesia sebagai Negara Kepulauan membuat perairan yang dahulunya
merupakan bagian dari laut lepas, kini menjadi perairan kepulauan atau berada
atas wilayah kedaulatan Indonesia. Sehingga jika dalam perkembangannya
dilakukan perjanjian bilateral-multilateral maka akan semakin mmemperjelas
status hukum atas kepemilikan wilayah laut yang tadinya laut lepas menjadi
perairan kepulauan berada atas kekuasaan penuh Indonesia.
i).
Dengan dilakukannya perjanjian bilateral-multilateral untuk menciptakan
kepastian hukum oleh Indonesia yang dalam hal ini dilakukan oleh pejabat
terkait, Maka akan bermanfaat bagi generasi Indonesia berikutnya, yaitu dapat
terhindar dari terjadinya konflik dengan Negara tetangga yang berbatasan
langsung dengan Indonesia, karena sebelumnya sudah ada penetapan atas dasar
hukum internasional yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin negara sebelumnya.
2.
Bentuk Contoh Perjanjian Bilateral-Multilateral Yang Dilakukan Indonesia Dengan
Negara Lain Untuk Memperkuat Status Indonesia Sebagai Negara Kepulauan.
Berdasarkan
azas umum dalam Hukum Internasional setiap Negara memiliki kekuasaan tertinggi
atau kedaulatan atas orang dan benda yang ada dalam wilayahnya sendiri. Supaya
adanya saling menghargai kedaulatan masing-masing Negara, Maka oleh karena
itulah diperlukannya kerjasama di berbagai bidang, khususnya di bidang
menyangkut wilayah perbatasan suatu Negara dengan Negara lain. Hal ini dapat
diwujudkan dalam bentuk perjanjian internasional. Pada perjanjian
internasional, jika ditinjau dari segi jumlah Negara-negara yang menjadi pihak
atau pesertanya maka dikenal dengan adanya perjanjian bilateral maupun
perjanjian multilateral, dan dua bentuk perjanjian inilah yang menjadi salah
satu hal yang dapat memperkokoh konsepsi Negara Kepulauan dari suatu Negara,
salah satunya adalah Negara Republik Indonesia. Adapun beberapa contoh
perjanjian yang sudah pernah ditandatangani oleh Indonesia untuk memperkuat
status Indonesia sebagai Negara Kepulauan adalah :
a). Perjanjian
antara Indonesia dengan Malaysia tentang Garis Batas Landas Kontinen di Selat
Malaka dan Laut Cina Selatan yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada tanggal
27 Oktober 1969.
b). Perjanjian
antara Indonesia dengan Malaysia tentang Garis Batas Laut Teritorial di Selat
Malaka yang ditandatangani di Kualalumpur pada tanggal 17 Maret 1970.
c). Perjanjian
anatar Indonesia dengan Thailand tentang Garis Batas Landas Kontinen di Selat
Malaka Utara dan Laut Andaman yang ditandatangani di Bangkok pada tanggal 17
Desember 1971.
d). Perjanjian
antara Indonesia dengan Australia tentang Garis Batas Dasar Laut Arafura dan
Laut Bagian Utara Irian Jaya yang ditandatangani di Canberra pada tanggal 18
Mei 1971
e).
Perjanjian antara Indonesia dengan Australia mengenai Garis Batas Laut
Teritorial antara Indonesia-Papua Nugini di Bagian Selatan Irian Jaya yang
ditandatangani di Jakarta pada tanggal 12 Februari 1973.
f).
Perjanjian antara Indonesia dengan Singapura tentang Garis Batas Laut
Teritorial di Selat Singapura yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 25
Mei 1973.
g). Perjanjian
antara Indonesia dengan India tentang Garis Batas Landas Kontinen di New Delhi
pada tanggal 15 Januari 1977.
h). Perjanjian
antara Indonesia dan Australia tentang Batas tertentu Landas Kontinen dan Zona
Ekonomi Eksklusif pada tahun 1997.
i). Perjanjian antara
Indonesia dengan Malaysia dan Thailand tentang Garis Batas Landas Kontinen di
Selat Malaka Utara yang ditandatangani di Kualalumpur pada tanggal 21 Desember
1971.
Solusi yang tepat jangan anda putus asah… KI .angen jallo akan membantu
BalasHapusanda semua dengan Angka ritual/GHOIB: butuh angka togel 2D 3D 4D SGP /
HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin 100% jebol Apabila ada waktu
silahkan Hub: KI agen jallo DI NO: 085 -283 790 444 ]] ANGKA GHOIB:
SINGAPUR 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB: HONGKONG 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB; TEXAS
ANGKA GHOIB; TOTO/ MAGNUM 4D/5D/6D/ ANGKA GHOIB; LAOS/JIKA INGIN
MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH 20 X TERBUKTI
Solusi yang tepat jangan anda putus asah… KI .angen jallo akan membantu
anda semua dengan Angka ritual/GHOIB: butuh angka togel 2D 3D 4D SGP /
HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin 100% jebol Apabila ada waktu
silahkan Hub: KI agen jallo DI NO: 085 -283 790 444 ]] ANGKA GHOIB:
SINGAPUR 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB: HONGKONG 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB; TEXAS
ANGKA GHOIB; TOTO/ MAGNUM 4D/5D/6D/ ANGKA GHOIB; LAOS/JIKA INGIN
MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH 20 X TERBUKTI
Solusi yang tepat jangan anda putus asah… KI .angen jallo akan membantu
anda semua dengan Angka ritual/GHOIB: butuh angka togel 2D 3D 4D SGP /
HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin 100% jebol Apabila ada waktu
silahkan Hub: KI agen jallo DI NO: 085 -283 790 444 ]] ANGKA GHOIB:
SINGAPUR 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB: HONGKONG 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB; TEXAS
ANGKA GHOIB; TOTO/ MAGNUM 4D/5D/6D/ ANGKA GHOIB; LAOS/JIKA INGIN
MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH 20 X TERBUKTI
Solusi yang tepat jangan anda putus asah… KI .angen jallo akan membantu
anda semua dengan Angka ritual/GHOIB: butuh angka togel 2D 3D 4D SGP /
HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin 100% jebol Apabila ada waktu
silahkan Hub: KI agen jallo DI NO: 085 -283 790 444 ]] ANGKA GHOIB:
SINGAPUR 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB: HONGKONG 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB; TEXAS
ANGKA GHOIB; TOTO/ MAGNUM 4D/5D/6D/ ANGKA GHOIB; LAOS/JIKA INGIN
MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH 20 X TERBUKTI